KEAJAIBAN AL QUR’AN

KEAJAIBAN AL QUR’AN Ciri khas Al Qur’an, yang diwahyukan 14 abad yang lalu, dan hikmah Maha-Agung yang dikandungnya, merupakan bukti mutlak bahwa Kitab Suci ini merupakan Kalam Allah. Selain itu, Al Qur’an memiliki banyak mukjizat yang membuktikannya sebagai wahyu Allah. Di antaranya adalah sejumlah fakta-fakta ilmiah, yang hanya dapat kita temukan dengan menggunakan teknologi abad ke-20, dinyatakan di dalam Al Qur’an 1400 tahun yang lalu. Fakta-fakta ini, yang tidak mungkin dapat diketahui di masa Al Qur’an diturunkan, sekali lagi memperlihatkan di hadapan manusia zaman sekarang, bahwa Al Qur’an adalah benar-benar perkataan Allah.

Rabu, Juli 14, 2010

PENENTUAN ARAH KIBLAT



A. CARA PENENTUAN

Pengukuran arah kiblat dapat dilakukan denga menggunakan berbagai alat. Ada beberapa alat yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran arah kiblat di suatu lokasi, antara lain :
1. Kompas magnetis
2. Bayang-Bayang Kiblat
3. Tongkat istiwa
4. Theodolite
5. Rubu' Mujayyab
6. Sinar Matahari
Dalam Kesempatan kali ini akan diuraikan cara yang ke-2 yaitu dengan menggunakan Bayang-bayang sinar matahari sebagai kiblat sholat.

B. DALIL ARAH KIBLAT MENURUT AL-QUR‘ÁN DAN HADITS

Dalam kitab suci Al-Qurán terdapat beberapa ayat yang menerangkan mengenai arah kiblat ini antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 144 sebagai berikut :



Artinya : Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke arah kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah 144).


Artinya : Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah 149).

Selain ayat-aat Al-Qurán arah kiblat juga dijelaskan dalam banyak hadits Rasulullah SAW antara lain sebagai berikut :
Dalam Shahih Al-Bukhari :
Artinya : Dari ‘Atho’, beliau berkata “Aku mendengar Ibnu Abbas berkata, suatu ketika Rasulullah SAW memasuki Ka‟bah, beliau berdoa pada seluruh permukaannya, beliau tidak shalat sampai beliau keluar, setelah keluar beliau shalat dua rakaat menghadap ka‟bah, lalu bersabda : “Inilah kiblat”. (Riwayat Al-Bukhari)
“Jika kamu mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadap kiblat, lalu takbir, kemudian bacalah apa yang kamu hafal dari qur’an, lalu ruku’ sampai sempurna, kemudian i’tidal sampai sempurna, kemudian sujud sampai sempurna, kemudian duduk di antara dua sujud sampai sempurna, kemudian sujud sampai sempurna, lakukanlah yang demikian itu setiap rekaat.” (HR. Abu Hurairah)
Dalam kitab Sunan Al-Kubro Li al-Baihaqie dijumpai hadits :
Artinya: Dari Ibnu Abbbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda Ka‟bah adalah kiblat bagi orang yang berada di dalam Masjid (al-Haram), dan Masjid (al-Haram) adalah kiblat bagi orang yang berada di dalam Tanah Haram, dan Tanah Haram adalah kiblat bagi semua ummatku di muka bumi baik di barat amupun di timur.
Hanya Umar bin Hafs al-Makki sendiri yang meriwayatkan hadits ini, dan dia itu lemah, tidak dapat dijadikan hujjah. Hadits ini juga diriwayatkan dengan sanad lain yang juga dla‟if, dari Abdillah ibnu Hubsyi, marfu‟ dan tidak dapat dijadilan hujah, wallahu a‟lam. (Riwayat Baihaqi).

Dari ayat dan hadits-hadits dapat kita simpulkan bahwa kiblat ummat Islam adalah Baitullah (Ka,bah), sebagaimana dijelaskan oleh hadits Al-Bukhari tersebut.
Sedangkan ayat Al-Qurán memerintahkan menghadap ke arah Masjidil Haram karena ka’bah itu berada dalam Masjidil Haram, dan ayat itu diturunkan di Madinah .
Sedangkan hadits Al-Baihaqi ang menyatakan ―Baitullah kiblat ahli Masjid (Al-Haram), dan Masjid (Al-Haram) kiblat bagi penduduk Tanah Haram, lalu Tanah Haram adalah kiblat bagi semua penghuni bumi timur dan barat, diakui sendiri oleh Al-Baihaqi bahwa hadits itu lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Jadi sekuat kemampuan, kita harus berusaha untuk menghadap ke ka’bah, sesuai dengan petunjuk hadits di atas. Tentu saja kita tidak diberati dengan hal-hal yang diluar kemampuan kita, tapi ini tidak mengurangi kewajiban kita untuk berusaha meningkatkan kemampuan kita untuk menghadap kiblat yang benar.

Matahari Setahun sekali Berada di Atas Kabah
Tanggal 16 Juli 2010 adalah waktu yang tepat untuk melakukan koreksi arah kiblat karena matahari akan tepat berada di atas kabah, sehingga koreksi arah kiblat dapat dilakukan dengan melihat bayangan matahari. Menurut salah seorang dari Kementrian Agama: “Ketidaktepatan kiblat di masjid-masjid di Indonesia bukan masalah kecil, kami akan membicarakan untuk membentuk tim koreksi, karena kiblat sudah melenceng 4-8 derajat bahkan 10 derajat.
“Matahari berada tepat di atas Makkah, dengan kita melihat ke Matahari atau bayangan benda-benda, berarti kita menghadap kiblat,” kata peneliti utama astronomi-astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Dr Thomas Jamaluddin. Thomas mengatakan, peristiwa ini terjadi dua kali selama tahun 2010. Momen pertama terjadi pada 30 Mei pukul 16.18 WIB yang lalu. Sedang momen kedua terjadi pada 15 Juli atau 16 Juli pukul 16.27 WIB.

Menurut Thomas, pencocokan arah kiblat juga tidak harus dilakukan pada waktu peristiwa itu terjadi. Umat muslim dapat mencocokkan mulai 14-18 Juli pada jam yang sama. “Karena pergerakan Matahari sangat lambat, jadi kalau masih dalam waktu toleransi (14-18 Juli) itu, arahnya masih akurat,” bebernya. “Untuk waktu bisa plus minus 5 menit dari waktunya. Misalnya pukul 16.22 WIB atau 16.32 WIB,” kata Thomas.
Lalu apakah ini akan mempengaruhi arah kiblat setiap masjid? “Tidak, karena posisi kiblat itu kan sudah di situ. Tapi ini bisa jadi panduan untuk mencocokkan arah kiblat, siapa tahu selama ini arahnya salah,” katanya.”Kan kalau masjid dulu kan kadang arah kiblat hanya perkiraan saja, jadi tidak tepat,” lanjut Thomas.
Berdasarkan kebiasaan yang berkembang di masyarakat, terdapat beberapa kaidah yang sering digunakan untuk mengetahui ketepatan arah kiblat. Diantaranya adalah menggunakan kompas kiblat, kompas sajadah atau peralatan canggih seperti pesawat GPS dan theodoliti. Kini, melalui teknologi penginderaan jarah jauh yang disediakan cuma-cuma oleh Google via internet menggunakan software Google Earth atau secara online disediakan oleh situs-situs seperti Qibla Locator atau RHI Qibla Locator yang memanfaatkan fasilitas Google Map Api (GMA) kita dengan mudah dapat mengetahui arah kiblat sebuah bangunan masjid secara visual dan jelas. Namun demikian penggunaan kaidah-kaidah tersebut sering terkendala beberapa masalah. Kompas belumlah dikatakan sebagai alat ukur yang presisi. Sebab dalam penggunaannya, kompas sering mengalami kesalahan. Kesalahan tersebut berupa penyimpangan jarum kompas baik oleh variasi magnetik secara global maupun atraksi magnetis secara lokal oleh logam di sekitarnya. Belum lagi skala kompas biasanya terlalu kasar. Sementara, penggunaan GPS dan theodolit untuk mengukur arah kiblat walaupun bisa mendapatkan hasil yang lebih presisi namun dalam prakteknya kedua peralatan tersebut tidak mudah didapatkan karena harganya yang cukup mahal. Walaupun Google Earth maupun fasilitas qibla locator secara online dapat membantu mengetahui arah kiblat secara visual dengan perhitungan yang sangat akurat, namun piranti tersebut bukan merupakan alat ukur yang presisi di lapangan dan hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu.
Mengukur arah kiblat secara presisi ternyata dapat dilakukan dengan biaya yang murah. Yaitu dengan menggunakan fenomena astronomis yang terjadi pada hari yang disebut sebagai yaumul rashdul qiblat atau hari meluruskan arah kiblat karena saat itu Matahari tepat di atas Ka’bah. Fenomena yang terjadi 2 kali selama setahun ini dikenal juga dengan istilah Transit Utama atau Istiwa A’dhom.
Istiwa, dalam bahasa astronomi adalah transit yaitu fenomena saat posisi Matahari melintasi di meridian langit. Dalam penentuan waktu shalat, istiwa digunakan sebagai pertanda masuknya waktu shalat Zuhur. Setiap hari dalam wilayah Zona Tropis yaitu wilayah sekitar garis Katulistiwa antara 23,5° LU sampai 23,5° LS posisi Matahari saat istiwa selalu berubah, terkadang di Utara dan disaat lain di Selatan sepanjang garis Meridian. Hingga pada saat tertentu sebuah tempat akan mengalami peristiwa yang disebut Istiwa A’dhom yaitu saat Matahari berada tepat di atas kepala pengamat di lokasi tersebut.

Hal ini bisa difahami sebab akibat gerakan semu Matahari yang disebut sebagai gerak tahunan Matahari. Ini diakibat selama Bumi beredar mengelilingi Matahari sumbu Bumi miring 66,5° terhadap bidang edarnya sehingga selama setahun Matahari terlihat mengalami pergeseran antara 23,5° LU sampai 23,5° LS. Pada saat nilai azimuth Matahari sama dengan nilai azimuth lintang geografis sebuah tempat maka di tempat tersebut terjadi Istiwa A’dhom yaitu melintasnya Matahari melewati zenit lokasi setempat.


Demikian halnya Ka’bah yang berada pada koordinat 21,4° LU dan 39,8° BT dalam setahun juga akan mengalami 2 kali peristiwa Istiwa A’dhom yaitu setiap tanggal 28 Mei sekitar pukul 12.18 waktu setempat dan 16 Juli sekitar pukul 12.27 waktu setempat. Jika waktu tersebut dikonversi maka di Indonesia peristiwanya terjadi pada 28 Mei pukul 16.18 WIB dan 16 Juli pukul 16.27 WIB. Dengan adanya peristiwa Matahari tepat di atas Ka’bah tersebut maka umat Islam yang berada jauh dan berbeda waktu tidak lebih dari 5 atau 6 jam dapat menentukan arah kiblat secara presisi menggunakan teknik bayangan Matahari.
28 MEI 2010 @ 16:18 WIB Beberapa Waktu Yang Lalu.
16 JULI 2010 @ 16:27 WIB
MATAHARI TEPAT DI ATAS KA’BAH
POSISI MATAHARI = ARAH KIBLAT
BAYANGAN MATAHARI = ARAH KIBLAT


C. PERALATAN YANG DIPERLUKAN
1. Sebatang kayu atau besi yang lurus sepanjang 1 meter, dengan diameter 2 cm.
2. Sebuah segitiga siku-siku yang besar.
3. Sebuah jam / arloji yang sudah disuaikan dengan WIB
4. Segulung benang besar atau tali plastik kecil.
5. Bandul lot.
Teknik penentuan arah kiblat pada hari Rashdul Qiblat sebenarnya sudah dipakai lama sejak ilmu falak berkembang di Timur Tengah. Demikian halnya di Indonesia dan beberapa negara Islam yang lain juga sudah banyak yang menggunakan teknik ini. Sebab teknik ini memang tidak memerlukan perhitungan yang rumit dan siapapun dapat melakukannya. Yang diperlukan hanyalah sebatang tongkat lurus dengan panjang lebih kurang 1 meter dan diletakkan berdiri tegak di tempat yang datar dan mendapat sinar matahari. Pada tanggal dan jam saat terjadinya peristiwa Istiwa A’dhom tersebut maka arah bayangan tongkat menunjukkan kiblat yang benar.
Bahkan dengan menggunakan software khusus yang dapat mengetahui pergerakan benda langit secara presisi kapan secara persis terjadinya Istiwa A’dham dapat diketahui. Untuk tahun 2010 ini misalnya menurut software Starrynight Pro Plus Versi 6.3.8 yaitu sebuah software astronomi yang memiliki tingkat ketepatan sangat tinggi, peristiwa Istiwa A’dhom terjadi pada 28 Mei 2010 pukul 12:17:59 WS atau 16:17:59 WIB dan 16 Juli 2010 pukul 12:26:48 WS atau 16:26:48 WIB. Namun secara praktis angka tersebut bisa dibulatkan ke menit.
Karena di negara kita peristiwanya terjadi pada sore hari maka arah bayangan adalah ke Timur, maka arah bayangan yang menuju ke tongkat adalah merupakan arah kiblat yang benar. Jika anda khawatir gagal karena Matahari terhalang oleh mendung maka toleransi pengukuran dapat dilakukan pada H-2 hingga H+2. Satu hal penting yang harus kita perhatikan adalah JAM yang kita gunakan hendaknya sudah terkalibrasi dengan tepat. Untuk mengetahui standard waktu yang tepat bisa digunakan tanda waktu saat Berita di RRI, layanan telpon 103 atau menggunakan jam atom yang disediakan oleh layanan internet.


Penentuan arah kiblat menggunakan fenomena ini hanya berlaku untuk tempat-tempat yang pada saat peristiwa Istiwa A’dhom dapat secara langsung melihat Matahari. Sementara untuk daerah lain di mana saat itu Matahari sudah terbenam seperti Wilayah Indonesia Timur (WIT) praktis teknik ini tidak dapat digunakan. Maka ada fenomena lain yang dapat digunakan oleh daerah-daerah tersebut sehingga dapat mengetahui arah kiblat secara presisi. Fenomena itu adalah saat Matahari berada tepat di bawah Ka’bah yaitu saat Istiwa A’dhom terjadi di titik Nadir (Antipode) Ka’bah yang terjadi pada setiap tanggal 13 Januari dan 28 November.


D. MENGUKUR ARAH KIBLAT

Teknik Penentuan Arah Kiblat menggunakan Istiwa A’dhom :
1. Tentukan lokasi masjid/mushalla/ langgar atau rumah yang akan diluruskan arah kiblatnya.
2. Sediakan tongkat lurus panjang minimal 1 meter. Akan lebih bagus jika menggunakan benang besar yang diberi bandul sehingga tegak benar.
3. Siapkan jam/arloji yang sudah dicocokkan / dikalibrasi waktunya secara tepat dengan radio/ televisi/ internet atau telpon ke 103.
4. Tentukan lokasi pengukuran; di dalam masjid (diutamakan) atau di sisi Selatan Masjid atau di sisi Utara atau di halaman depan masjid. Yang penting tempat tersebut datar dan masih mendapatkan penyinaran Matahari saat peristiwa Istiwa A’dhom berlangsung.
5. Pasang tongkat secara tegak dengan bantuan lot tukang (jika menggunakan tongkat) atau pasang benang lengkap dengan bandul serta penyangganya di tempat tersebut. (Persiapan jangan terlalu mendekati waktu terjadinya fenomena agar tidak terburu-buru)
6. Tunggu sampai saat Istiwa A’dhom terjadi dan amatilah bayangan Matahari yang terjadi. Berilah tanda menggunakan spidol, benang, lakban, penggaris atau alat lain yang dapat membuat tanda lurus. Maka itulah arah kiblat yang sebenarnya
7. Gunakan benang, sambungan pada tegel lantai, atau teknik lain yang dapat meluruskan arah kiblat ini ini ke dalam masjid. Intinya yang hendak kita ukur sebenarnya adalah garis shaff yang posisinya tegak lurus (90°) terhadap arah kiblat. Maka setelah garis arah kiblat kita dapatkan untuk membuat garis shaff dapat dilakukan dengan mengukur arah sikunya dengan bantuan benda-benda yang memiliki sudut siku misalnya lembaran triplek atau kertas karton.Sebaiknya bukan hanya masjid atau mushalla / langgar saja yang perlu diluruskan arah kiblatnya. Mungkin kiblat di rumah kita sendiri selama ini juga saat kita shalat belum tepat menghadap ke arah yang benar. Sehingga saat peristiwa tersebut ada baiknya kita juga bisa melakukan pelurusan arah kiblat di rumah masing-masing.

Semoga dengan lurusnya arah kiblat kita, ibadah shalat yang kita kerjakan menjadi lebih khusuk, afdhal dan doanya lebih dikabulkan. (Ibnu Achmad)

Entri Populer